a disclosure.

Asmaraloka.
3 min readAug 4, 2023

--

implicit mature content, fluff. read at your own risk.

Dua hari menginap di rumah sakit membuat Warsa sedikit banyak merindukan kekasihnya, apalagi ponselnya disita oleh Johan agar tidak menghubungi Meru.

Pasalnya, Johan geram dengan tingkah lelaki itu. Tak hanya Johan saja, Harsa dan Juned pun kesal melihat bagaimana Meru memperlakukan sahabat mereka. Maka dari itu mereka bertiga sepakat untuk menyembunyikan Warsa selama lelaki itu di rumah sakit.

Kini Warsa hanya sendirian di ruangan yang tadinya ia gunakan selama berada di rumah sakit itu. Para sahabatnya ia paksa pulang sebab ada Meru yang menjemputnya. Katakanlah Warsa bodoh, ia hanya tak mau kekasihnya itu disidang oleh sahabat-sahabatnya. Karena tahu kalau Johan dan Harsa pasti akan mencecar kekasihnya hingga ia tak bisa berkutik. Warsa kasihan pada Meru.

Senyuman manis ia lemparkan begitu dilihatnya lelaki berbadan lebih besar darinya itu datang dengan senyum yang sama merekahnya. Disambutnya hangat pelukan Meru.

“Maaf waktu kamu butuh aku malah enggak ada…” itu ucapan yang pertama kali Meru lontarkan. Terdengar begitu menyesal.

Warsa hanya mengangguk dan mengusap pelan punggung lebar Meru, “Kamu lagi sibuk, jadi gapapa…” jauh di lubuk hatinya, Warsa ingin sekali berteriak dan marah pada Meru, namun apa daya, ia terlalu sayang dengan lelaki yang berada di pelukannya ini hingga yang ia lakukan hanya menelan bulat-bulat kecewa juga amarahnya.

“Yuk, pulang. Seharian ini aku sama Kakak terus. Kakak bebas suruh-suruh aku nanti,” Meru lepaskan pelukannya, meninggalkan satu kecupan singkat pada dahi Warsa lalu ia gandeng lelakinya itu, melangkah meninggalkan rumah sakit.

Sesampainya di rumah, Meru benar-benar tak membiarkan Warsa melakukan apapun. Ia hanya memperbolehkan Kakak Sayangnya itu untuk berdiam diri di atas ranjang. Apapun yang dibutuhkan Warsa akan ia penuhi.

Entah itu saat Warsa ingin ke kamar mandi dan Meru dengan sigapnya menggendong sang Kakak agar Warsa tidak perlu repot-repot berjalan ke kamar mandi, atau ketika Warsa ingin memakan sesuatu, Meru pun kembali dengan sigap membukakan bungkus makanannya, menyuapi Warsa dengan telaten bahkan rela tubuhnya ditindih sepenuhnya oleh kekasihnya yang manis itu.

“Aku beneran gak boleh ngapa-ngapain ya…” Warsa berbicara lirih, telunjuknya menggambar abstrak pada pipi lelaki yang ia timpa dengan tubuhnya itu. “Aku berat nggak?” tanyanya, yang hanya dibalas gelengan oleh Meru.

“Enteng kamu, Kak. Makan yang banyak ya? Biar pipinya makin mbul, enak buat disayang-sayang,” Meru membalas, tangannya kini sibuk membelai punggung Warsa dengan sayang. Mencoba memberi kenyamanan lebih untuk sang Kekasih.

“Hmm… Meru, aku sayang sama kamu. Jangan ke mana-mana ya? Di sini terus sama aku, bisa?”

“Bisa, Merunya di sini terus sama Kakak. Merunya mau sayang-sayangin Kakak terus,” Meru berujar dengan senyum manisnya, membuat Warsa merasa tenang dan riuh di kepalanya berangsur menghilang.

“Meru… Kalau aku larang kamu ketemu Janeth lagi, marah nggak?” pertanyaan tiba-tiba itu membuat Meru mengernyitkan dahinya. “Kenapa gitu?” jawab Meru dengan lembut.

“Aku cemburu… Nggak suka kalau Meru lebih prioritasin Janeth… Meru sadar gak kalau udah setahunan ini selalu apa-apa Janeth. Padahal yang pacar kamu kan aku? Bukan Janeth…”

Buliran bening itu jatuh membasahi dada Meru. Warsa akui dirinya memang cengeng dan Warsa tidak peduli. Hatinya terasa lebih lega karena bisa mengutarakan perasaannya yang sudah ia tahan selama ini.

Sedang Meru yang melihat kekasihnya menangis itu hanya mampu menenangkan dengan usapan pada punggung juga kecup kecil pada pucuk kepala Warsa. Ia masih mencerna dan berpikir apakah selama ini tindakannya keterlaluan dan sangat menyakiti kekasihnya. Hingga Warsa yang biasanya hanya diam pun akhirnya dengan gamblang mengungkapkan isi hatinya.

Did I… hurt you a lot, Kak?” dan Warsa mengangguk diiringi senggukannya. “Oh, dear… I’m so sorry…” Meru rengkuh lebih erat lagi sang Kekasih. Mengucapkan kata maaf berkali-kali dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

“Mulai sekarang aku bakalan jauhin Janeth, Kakak jangan mikir jelek lagi ya? Maaf, maafin Meru-mu yang bodoh ini, Kak.”

Pinky promise?” Warsa menyodorkan satu kelingkingnya, yang disambut kekehan pelan oleh Meru ketika mengaitkan kelingking keduanya. “Pinky promise, Kakak Sayang.”

May I kiss you?”

“Boleh, Meru.”

Dengan begitu, keduanya tenggelam dalam lumatan lembut pada ranum satu sama lain. Saling menyecap rasa yang dirindu, mendekatkan kembali kasih yang sempat berjalan menjauh.

Langit malam itu menjadi saksi bagaimana keduanya menyatu, membagi hangat dalam pelukan erat, tubuh yang terhentak juga menghentak. Mencari nikmat yang dialuni erangan juga decitan ranjang.

Hingga lelah menghampiri. Terlelap dengan senyum yang tak henti menghiasi.

--

--

Asmaraloka.
Asmaraloka.

Written by Asmaraloka.

Imajinasi yang tertuang menjadi kata; menyatu membentuk sebuah cerita. Apa yang ada di sini, jangan diambil hati, ya?

No responses yet