A day in Wistara’s life.
Part of Pak Marion & Wistara.
Wistara yang saat ini duduk di kursi yang ada di teras langsung saja berdiri ketika melihat mobil Pak Marion berhenti tepat di depan rumahnya. Ia langkahkan kakinya keluar dan menyapa pria yang kerap kali dipanggilnya Bapak.
“Good morning, Bapak!” begitu sapa Wistara dengan senyum cerahnya, membuat Marion ikut tersenyum sama cerahnya menanggapi sapaan Wistara.
“Good morning, sedang happy sekali sepertinya?” Marion yang sudah turun dari mobilnya dan kini membukakan pintu untuk Wistara itu bertanya untuk membangun obrolan keduanya.
Dan Wistara mengangguk menanggapi lalu menjawab, “Karena baru kali ini toko saya jadi vendor untuk acara di perusahaan besar… Jadi saya semangat sekali, saya mau banyak berkontribusi untuk acara Bapak, hehe,” Wistara terkekeh pelan lalu tak lupa mengucapkan terima kasih sebab sudah dibukakan pintu, kini Wistara sudah duduk manis di kursi penumpang depan.
Benar, beberapa minggu lalu Marion sempat menawarkan toko bunga Wistara menjadi salah satu vendor untuk melengkapi dekorasi dengan bunga-bunga yang dijualnya di acara pembukaan cabang kantor yang akan terlaksana dua bulan lagi. Dan kini keduanya sepakat untuk mengadakan meeting bersama dengan beberapa vendor lain juga event organizer yang nantinya meng-handle acara grand opening kantor cabang perusahaan milik Marion.
“Lucunya…” Marion bergumam pelan, dan kebetulan Wistara sedang membuka tabletnya untuk mengecek lagi bahan presentasi yang ia siapkan sehingga tidak begitu mendengarkan gumaman pria di sampingnya. “Kamu sudah makan? Kita cari makan dulu, ya?” tanya Marion dengan suara yang sedikit lantang agar Wistara memperhatikannya.
“Boleh, Pak,” Wistara mengangguk dan menoleh sejenak untuk menjawab.
Marion yang sedang menyetir pun kembali fokus dengan jalanan. Membawa lelaki manis di sebelahnya ke salah satu Bakery & Cafe yang menjadi langganannya, ia akan mengajak Wistara mencoba croissant butter yang fresh dan lezat di sana. Sebab, Marion begitu menyukai mimik wajah Wistara ketika memakan sesuatu yang enak, terlihat menggemaskan dengan pipinya yang penuh juga matanya yang menyipit karena senang. Menjadi candu tersendiri untuknya.
Ketika sampai, Marion kembali membukakan pintu untuk lelaki manis itu. Layaknya gentleman, Marion mempersilahkan Wistara memasuki pintu Bakery & Cafe itu terlebih dahulu, dengan ia yang menahan pintu agar tidak tertutup. Wistara yang diperlakukan seperti itu pun tersenyum manis juga mengucapkan terima kasihnya. Sebenarnya, tindakan Marion kepadanya memang selalu begitu, terkesan sangat lembut juga selalu berhati-hati agar Wistara tetap nyaman ketika mereka sedang pergi berdua.
Awalnya Wistara merasa tidak enak, sungkan karena diperlakukan seperti itu meskipun tidak dapat dipungkiri pipinya bersemu merah sebab malu juga tersanjung. Namun lama-kelamaan setelah mereka sering bepergian berdua, Wistara get used to it. Tentu saja juga diiringi detak jantungnya yang terus berdetak lebih cepat dari biasanya.
Selesai memilih apa yang ingin dipesan, keduanya duduk di pojok dekat dengan kaca transparan yang mengarah pada jalanan. Sembari mengobrol tentang banyak hal guna membuang waktu menunggu pesanan keduanya datang.
Dan pada akhirnya, keduanya menghabiskan sarapan mereka dengan dikelilingi atmosfer yang hangat, mensyukuri presensi masing-masing yang bisa membuat keduanya merasa begitu baik untuk mengawali hari.
Manik gelap Wistara memperhatikan sekeliling ketika kakinya menginjakkan lobby kantor Marion, berdecak kagum dengan pelan karena interiornya yang terlihat mewah namun tetap nyaman. Hingga tanpa sadar ia menabrak punggung Marion ketika pria itu ternyata sedang berhenti untuk berbicara dengan rekannya.
“Auh–” Wistara mendesis karena hidungnya lumayan sakit ketika menabrak punggung kokoh itu.
“Eh? Aduh, Wista, maaf–” Marion buru-buru berbalik badan ketika mendengar keluhan Wistara, meminta maaf sembari mengusap pelan hidung bangir Wistara.
“Mesra betul pagi-pagi,” itu rekan Marion yang berbicara, Sergius namanya. Lelaki yang menjabat sebagai Chief Financial Officer di kantor Marion, yang juga teman kuliah Marion dulu.
“Mending lo balik ruangan deh, Gi,” Marion yang masih sibuk mengusap hidung Wistara dengan ibu jarinya itu berucap tanpa menoleh pada Sergius, yang dibalas tawa lumayan keras oleh pria pemilik lesung pipi itu.
“Duh, iya-iya gak gue lihat. Digandeng tuh biar gak hilang dan nabrak lo lagi!” setelah menyelesaikan kalimatnya, Sergius berlalu dari sana dengan tawa yang juga masih keluar dari bibirnya, menertawakan Marion yang saat ini hanya berdecih mendengar ucapannya.
“Udah, Bapak… Udah gak sakit,” ujar Wistara sembari menurunkan tangan Marion dari hidungnya.
“Maaf ya, saya ninggalin kamu dan bikin kamu nabrak saya begini.”
“Nggak apa-apa, Pak… Saya tadi juga keasyikan lihat-lihat kok, jadinya meleng gak lihat Bapak.”
“Maaf sekali lagi, Wista,” ucap Marion masih dengan suaranya yang terdengar menyesal. Kemudian ia ulurkan tangannya di depan Wistara, bermaksud mengajaknya bergandengan sesuai perkataan Sergius tadi, “Sini, saya gandeng. Benar kata Sergius, nanti kamu malah hilang.”
“Bapak berlebihan…”
“Hahaha, saya cuma mau kamu nyaman, Wista.”
“Ugh… Oke…” dan dengan begitu telapak keduanya saling bertautan, jemarinya terlihat begitu pas mengisi sela masing-masing. Dan keduanya berjalan menuju lift untuk ke lantai empat di mana ruang untuk meeting hari ini berada.
Sebelum rapat dimulai, Wistara kembali membuka tabletnya. Menaruhnya di atas meja, membuka aplikasi untuk membaca komik guna menunggu para peserta rapat datang. Marion pun yang duduk di sebelah Wistara hanya memperhatikan gerak-gerik lelaki manis itu, tanpa ingin mengganggu kegiatannya. Menatap wajah serius Wistara yang kini tengah membaca comic online. Jari lentik lelaki itu terus bergulir, fokus membaca sampai tidak sadar kalau sedari tadi diperhatikan oleh pria di sampingnya.
Marion berdehem sebentar sebelum melontarkan pertanyaan, “Komiknya seru sekali ya, Wista?”
Pertanyaan tiba-tiba dari Marion membuat Wistara terkejut dengan lucunya, membuat Marion terkekeh melihat keterkejutannya. “Bapak ngagetin!” nadanya terdengar merajuk, bibirnya mengerucut kecil pertanda kesal.
Kekehan kecil terdengar dari bibir Marion, “Habisnya kamu fokus sekali, saya perhatikan dari tadi tidak ngeh, ya?”
“Maaf… Ceritanya seru, saya gak inget kalau lagi sama Bapak, kirain tadi Bapak juga sibuk sama kerjaan,” Wistara menampilkan cengiran lucu, membuat Marion gemas dan mencubit hidung Wistara dengan pelan.
“Stop gemas, Wista. Sayanya nggak kuat.”
“I didn’t act cute, Bapak.”
“Tapi kamu napas saja terlihat gemas di mata saya.”
“Jadi saya gak boleh napas gitu? Nanti meninggal gimana?!” oh, nada merajuk itu lagi yang Wistara lontarkan.
“Bukan begitu maksudnya, Wista…” Marion sedikit panik dan ia beranikan untuk menggenggam tangan Wistara yang ada di atas meja itu.
“Makanya, Bapak juga stop gombal ke saya atau saya angy!” tidak, Wistara tidak salah eja, ia memang sengaja mengatakan ‘angry’ in a cute way, ia pun sedang bermain-main dengan Marion yang terlihat panik itu, ingin menjahili bapak-bapak yang sialnya tetap begitu tampan meskipun jarak umur mereka terpaut cukup jauh.
Marion menggigit pipi dalamnya, menahan kegemasan laki-laki manis di sebelahnya itu, hingga tiba-tiba suara deheman yang lumayan keras membuyarkan acara menahan gemasnya.
“Ekhem!” Sergius ternyata yang berdehem di ambang pintu, “Kata gue sih cepet nikahin aja. Sayang banget gemes gitu gak cepet-cepet digatekeep,” lanjut Sergius, lelaki berdimple itu tersenyum menggoda menatap dua anak adam yang tengah terkejut juga malu karena aksinya tadi ternyata dilihat orang lain.
“Soon, tunggu undangan aja sih,” itu Marion jelas yang menjawab. Membuat Wistara yang sedari tadi menahan malu kini semakin malu hingga wajahnya memerah sebab ucapan Marion, Wistara tenggelamkan wajahnya di meja, menutupinya dengan tablet miliknya.
“Huhu apasih si Bapak, berhenti bikin aku jantungan bisa gak!!” ini suara hati Wistara menjerit dengan kesal; affectionately.
“Waduh, oke deh gue tunggu,” begitu balasan Sergius, lalu ia kembali keluar dan mempersilahkan para peserta rapat hari ini untuk memasuki ruangan dan segera memulai meeting pagi itu.
“Jangan pacaran waktu meeting,” bisik Sergius yang berdiri di tengah-tengah antara Wistara dan Marion, lagi-lagi membuat Wistara malu dan hanya mengangguk kikuk.
“Berhenti ngisengin gue, Sergius!” Marion memberikan lirikan tajam yang hanya diberikan senyuman mengejek oleh Sergius sebagai balasan.
Dan meeting pagi itu berjalan dengan lancar sebab semua aktif untuk memberikan usulan agar acara pembukaan cabang nantinya sukses, pun harapannya tidak ada kendala hingga akhir acara.